JUDUL SKRIPSI
PENGARUH KESIAPAN GURU AGAMA DALAM
PEMBELAJARAN TERHADAP MOTIVASI SISWA PADA SEKOLAH MENEGAH ATAS (SMA) 2
KECAMATAN SERUWAY KABUPATEN ACEH TAMIANG.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam upaya untuk mencerdaskan bangsa di berbagai aspek
kehidupan manusia, maka salah satu alat yang ampuh untuk mencapai tujuan
tersebut ialah pendidikan.
.meningkatkan mutu pendidikan agar lebih baik lagi di masa depan
karena merupakan suatu tuntutan dalam pendidikan guna menghasilkan anak-anak
didik yang berprestasi dan tetap memegang teguh nilai-nilai agama islam yakni
yang berakhlakul karimah karena merupakan suatu bukti adanya perubahan dari
proses pendidikan yang diharapkan.
Setiap orang tua
selalu mengharapkan anak-anaknya dapat terpenuhi segala kebutuhannya, terutama
dalam pendidikan yang baik demi untuk kebaikan hidupnya di dunia dam akhirat.
Islam menggaris bawahi setiap anak yang baru lahir dalam keadaan fitrah, maka
kedua orang tuanyalah yang akan membentuk jiwa anak tersebut ke arah yang baik
atau sebaliknya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, yang diriwatkan oleh Muslim,
yang artinya, “Tidak ada seorang anak pun dilahirkan kedunia ini kecuali dalam
keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani
atau Majusi” (H.R Muslim).[1]
Orang tua
berkewajiban memelihara, menjaga dan merawat anak-anaknya agar tetap dalam
fitrahnya sebagai hamba Allah, yakni dengan cara memberikan pendidikan dan
mengupayakan agar kefitrahannya tetap terjaga. Dengan pendidikan aqidah yang
benar, ibadah yang baik dan akhlak yang terpuji, insya Allah anak didik akan
tumbuh menjadi generasi yang kuat dalam menghadapi tantangan kehidupan. Ia
tidak akan menjadi generasi yang lemah, baik lemah dalam aqidah, ibadah dan
akhlak.
Oleh sebab itu
tidak semua orang tua dapat memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anaknya, maka
orang tua melimpahkan kepercayaan kepada suatu lembaga pendidikan dengan
harapan dapat memenuhi pendidikan bagi anaknya supaya menjadi sosok yang
berguna bagi dirinya, orang tua, agama dan bangsa. Dalam upaya meningkatkan
serta mewujudkan keberhasilan bagi anak didik dengan tidak mengurangi tanggung
jawab orang tua sebagai pemegang peranan penting dan utama bagi keberhasilan
pendidikan anaknya, agar nantinya anak-anak yang telah dibekali berbagai ilmu
pengetahuan tetap menjunjung tinggi keyakinan terhadap Allah SWT.
Orang tua merupakan pendidik pertama
bagi anak didik. Sikap dan kebiasaan orang tua dalam mendidik anaknya besar
pengaruhnya terhadap minat belajar dan perkembangan kepribadian siswa, karena
dalam keluarga siswa pertama kali mengenal nilai dan norma.
Guna memenuhi dan mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan orang tua kepada anak-anaknya, maka merupakan suatu
kewajiban dan tugas penting suatu lembaga pendidikan dalam mewujudkannya.
Lembaga pendidikan yang dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah serta dibantu
guru-guru lain, sekaligus wali kelas yang berperan sebagai orang tua kedua
setelah orang tua di rumah.
Menjadi seorang guru dan sekaligus
wali kelas bukanlah suatu hal yang mudah dan siapa saja bisa dan sanggup untuk
melaksanakan tugas mulia dan kepercayaan tersebut. Tugas tersebut merupakan
suatu amanah yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh sebab ia harus
memberikan perhatian lebih ekstra kepada anak didiknya. Wali kelas harus dapat
membimbing, melatih serta mengarahkan kemampuan anak didik yang telah mereka
miliki sejak mereka dilahirkan, agar diarahkan dan dibimbing ke arah yang
bermanfaat guna meraih prestasi belajar yang lebih baik lagi di masa depan.
Wali kelas diharapkan mampu
memupuk serta menggali potensi anak didik untuk dikembangkan, diarahkan serta
terus memberikan perhatian dan semangat agar anak didik percaya terhadap
kemampuan mereka sendiri. Wali kelas harus dapat memahami tentang sikap dan
perilaku anak didiknya dan bagaimana memberikan solusi yang terbaik agar anak
didik tidak terhanyut dalam masalahnya yang berakibat terganggunya proses
belajar mengajar.
Di samping itu wali kelas juga
harus bisa memacu semangat belajar anak didiknya agar selalu termotivasi dalam
bidang studi apa saja dan aktif terhadap kegiatan-kegiatan lain di luar jam
belajar. Anak didik diharapkan bisa menanamkan sikap hormat dan menghargai
tentang pentingnya guru sekaligus wali kelas terhadap motivasi belajarnya. Wali
kelas merupakan penggerak dan memberi semangat terhadap proses belajar anak
didik dalam berbagai bidang studi.[2]
Jadi prediket guru dan wali kelas
sebagai seorang yang memegang amanah serta kepercayaan bukanlah suatu hal yang
mudah, dibutuhkan kerja sama yang baik antara orang tua dengan pihak sekolah,
agar lebih mendukung motivasi belajar siswa nantinya. Predikat guru yang diamanahkan
serta melekat pada seorang guru sekaligus wali kelas didasarkan kepada suatu
kepercayaan yang diserahkan kepadanya. Tanpa adanya amanah tersebut seorang
guru sekaligus wali kelas tidak disebut sebagai guru, dengan perkataan lain
keberadaannya sebagai guru tergantung pada amanah orang lain.
Sebagai guru sekaligus wali kelas
yang harus bertindak multi peran, harus bersungguh-sungguh dijalankan dengan
penuh rasa tanggung jawab karena merupakan pemegang amanah dan berhasil
tidaknya anak didik dalam meningkatkan motivasi belajarnya ada pada diri
seorang guru sekaligus wali kelas. Sebab sudah menjadi tugas seorang wali kelas
memberi perhatian yang lebih ekstra, membimbing, mendidik, dan mengarahkan anak
didiknya ke arah yang lebih baik dan bermanfaat bagi anak didiknya.
Di dalam melaksanakan tugas
diamanahkan sebagai wali kelas merupakan suatu tantangan karena harus bisa
menyatukan berbagai persepsi dan masalah agar dapat diarahkan secara bersama
menjadi satu kebersamaan dalam meraih motivasi belajar yang lebih baik dan
bermanfaat. Seorang wali kelas harus bisa memahami tentang perkembangan fisik,
watak dan perilaku anak didik karena tanpa adanya perhatian yang khusus dapat
mempengaruhi motivasi belajar anak didik itu sendiri.
Wali Kelas adalah Guru yang membantu Kepala Sekolah untuk
membimbing siswa dalam mewujudkan disiplin kelas, sebagai manajer, motivator
untuk membangkitkan gairah atau minat siswa untuk beprestasi di kelas, serta
sebagai pengelola kelas, mengenal dan memahami situasi kelasnya dan menyelenggarakan administrasi kelas dan lain sebagainya.
Namun pada kenyataannya di Sekolah
Dasar (SD) atau Sederajatnya peran wali kelas
jelas sangat dapat dirasakan oleh peserta didik, karena intensitas tatap
muka dengan siswa lebih banyak, karena sebagian besar pelajaran di ajarkan langsung oleh wali kelas
tersebut, hanya beberapa mata pelajaran saja yang di ajarkan oleh guru yang
lain, seperti Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Penjaskes, Muatan Lokal
dan lain sebagainya. Dengan demikian peran wali kelas dalam kegiatan siswa
sehari-hari terutama dalam memotivasi belajar siswa dapat dengan baik dilakukan
oleh wali kelas, mengingat jumlah tatap muka yang signifikan.
Lain halnya pada Sekolah Lanjutan
(SLTP)/Sederajat MTs, dan Sekolah Menengah (SMA) atau sederajat seperti
Madrasah Aliyah (MA), pada Sekolah Lanjutan dan Menengah mata pelajaran di
ajarkan masing-masing oleh guru perbidang studinya. Sehingga jumlah tatap muka
antara wali kelas dan siswa hanya sebatas jam pelajaran berlangsung. Karena
selain bertugas menjadi Wali kelas, guru juga mempunyai tanggung jawab untuk
mengajarkan pelajaran lain.
Hal ini yang menarik minat penulis
untuk melakukan suatu kajian ilmiah, Sehubungan dengan banyaknya peran wali
kelas yang tertera di atas juga tugasnya sebagai guru mata pelajaran. Penulis
ingin mengetahui bagaimana peran wali kelas pada MAN Kualasimpang, yang fokus
penulis pada kelas XI, yang terdiri dari 3 kelas, yaitu kelas XI Keagamaan,
kelas XI IPA, dan kelas XI IPS. Karena demikian pentingnya untuk dikaji dan
ditelusuri, maka penulis tertarik untuk membahas dalam penulisan karya ilmiah
dalam sebuah skripsi dengan judul : “Peran Wali Kelas Dalam Memotivasi Siswa
Kelas XI Pada MAN Kuala Simpang Kab. Aceh Tamiang”.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan
di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana peran wali kelas dalam
memotivasi belajar siswa kelas XI MAN Kualasimpang?
2. Bagaimana hambatan bagi wali
kelas dalam memotivasi belajar siswa kelas XI MAN Kualasimpang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan
dari penulisan skripsi ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui apa-apa saja peran wali kelas dalam memotivasi belajar siswa kelas
XI MAN Kualasimpang
2. Untuk
mengetahui apa-apa saja hambatan bagi wali kelas dalam memotivasi belajar siswa
kelas XI MAN Kualasimpang.
D. Manfaat Penelitian
Beberapa
manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu :
1. Secara teoritis, diharapkan dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan khususnya teori-teori yang berkaitan dengan wali
kelas dalam mendidik, mengarahkan anak-anak didiknya, serta sebagai kerangka
acuan strategi penelitian tentang hal yang sejenis.
2. Hasil penelitian yang diharapkan
bermanfaat sebagai bahan masukan bagi semua wali kelas dalam membimbing,
mengarahkan anak didiknya.
3. Bagi dunia ilmu pengetahuan semoga penelitian
ini bermanfaat sebagai rujukan bagi peneliti berikutnya.
E. Kerangka Teoritis
1. Pengertian Wali Kelas dan Perannya
a. Pengertian Wali kelas
Wali kelas adalah seorang guru
yang ditunjuk oleh kepala sekolah untuk membantu kepala sekolah dalam mengawasi
kelas dan murid secara khusus. Berbeda dengan guru bidang studi yang hanya
mengajar dan memberikan mata pelajaran tertentu kepada siswa, tanpa harus
memperhatikan bagaimana siswa secara keseluruhan.
Kegiatan yang dapat dilakukan
wali kelas tidak hanya terbatas pada mengajar di dalam kelas sesuai dengan
bidang studi yang diajarkannya, tetapi juga memberikan informasi (keterangan)
yang tidak diketahui oleh siswa tentang sekolah. Di samping itu juga wali kelas
harus mempunyai keterampilan untuk menciptakan dan memelihara kondisi ruangan
belajar yang optimal.
Seorang guru yang ditunjuk
sebagai wali kelas harus mampu mengelola kelas dengan baik agar interaksi
belajar mengajar dapat dilakukan dengan baik pula. Tindakan pengelolaan kelas
adalah tindakan yang dilakukan oleh guru dalam rangka menyediakan kondisi yang
optimal agar proses belajar mengajar berlangsung efektif. Tindakan guru
tersebut dapat berupa upaya keteladanan dengan jalan menyediakan kondisi baik
fisik maupun kondisi sosio- emosional sehingga terasa oleh peserta didik
kenyamanan, ketertiban dan keamanan kelas untuk belajar. Di lain sisi ada pula
tindakan korektif terhadap tingkah laku siswa yang menyimpang dan merusak
kondisi optimal bagi proses belajar mengajar yang berlangsung.[3]
Kondisi belajar yang efektif
dapat dimunculkan oleh wali kelas, karena guru tersebut mempunyai wewenang yang
kuat dalam menentukan kelas dan siswa. Kondisi yang baik akan membuat guru dan
siswa merasa aman dan nyaman dan kondisi semacam ini harus bisa diciptakan oleh
seorang wali kelas. Lingkungan fisik tempat belajar mempunyai pengaruh
pendidikan terhadap hasil perbuatan belajar. Lingkungan fisik yang
menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung meningkatnya intensitas
proses perbuatan belajar siswa dan mempunyai pengaruh positif terhadap
pencapaian tujuan pengajaran.
Lingkungan fisik ini meliputi
ruangan tempat belajar, dimana dijadikan tempat berlangsungnya proses belajar
mengajar tersebut. Ruangan belajar harus memungkinkan semua bergerak leluasa
tidak berdesak-desakan dan tidak saling mengganggu antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain pada saat melakukan aktifitas belajar.
Besarnya ruangan kelas sangat
tergantung pada kegiatan yang akan dilaksanakan, jenis kegiatan apa yang akan
dilakukan juga dapat ditentukan. Jumlah siswa yang melakukan kegiatan-kegiatan
dalam kelompok kecil. Kemudian dalam pengaturan tempat duduk, yang penting
dapat memungkinkan terjadinya tatap muka, dengan demikian guru dapat sekaligus
mengontrol tingkah laku siswa. Pengaturan tempat duduk juga akan mempengaruhi
kelancaran proses belajar mengajar.
Ventilasi dan pengaturan
cahaya sedapat mungkin cukup menjamin kesehatan siswa, jendela harus ada sehingga
memungkinkan cahaya matahari masuk, udara sehat dan siswa pun dapat melihat
dengan jelas.
Disamping itu ada pengaturan
tempat penyimpanan barang-barang yang bernilai tinggi dan dapat disimpan di
dalam kelas, seperti Buku Pelajaran, Pedoman kurikulum, dan keperluan-keperluan
lainnya. “Sebagai pemberian dasar serta penyiapan kondisi bagi terjadinya
proses belajar mengajar yang efektif, pengelolaan kelas menunjuk kepada
pengaturan orang (dalam hal ini terutama peserta didik) maupun pengaturan
fasilitas”.[4]
Pengaturan-pengaturan itu
telah harus ada yang mengelola dan menjalankannya, maka dari itulah ada guru
yang ditugaskan untuk melaksanakannya, yaitu wali kelas. Mengenai kedudukan
wali kelas, seorang wali kelas kedudukannya sebagai staf pengajar, juga sebagai
pengganti orang tua dirumah. Sebagai staf pengajar artinya wali kelas juga
memegang mata pelajaran bidang studi tertentu, wali kelas memiliki peran ganda di dalam kelas. Wali kelas bertanggung
jawab sepenuhnya terhadap keadaan kelas yang diembannya. Wali kelas juga
disebut sebagai pendidik, disebut pendidik karena jabatannta atau karena
keahliannya maka dinamakan pendidik professional. Pengajar atau guru adalah
pendidik di lembaga pendidikan formal atau sekolah. Guru sering pula disebut
dengan pendidik atau pembantu orang tua karena guru menerima limpahan sebagian
tanggung jawab orang tua untuk menolong dan membimbing anaknya.
Itulah sebabnya tugas wali
kelas itu sangat berat karena harus berperan ganda, selain mendidik sebagai
guru bidang studi juga sebagai pengganti orang tua siswa atau sebagai
perantara, “Anak pendidik dapat berfungsi sebagai perantara yang baik maka
pendidik harus dapat melakukan tugas dengan baik pula”.[5]
Akan tetapi Agama Islam sangat menghargai orang-orang
yang berilmu pengetahuan, sehingga orang-orang yang berilmu sajalah yang dapat
mencapai taraf kesempurnaan hidup beragama setinggi-tingginya, sedang orang
yang bodoh di pandang sebagai manusia yang tiada punya derajat tinggi dan
mulia. Firman Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11, yang berbunyi:
Æìsùöt
ª!$#
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
öNä3ZÏB
tûïÏ%©!$#ur
(#qè?ré&
zOù=Ïèø9$#
;M»y_uy
4 ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
×Î7yz
ÇÊÊÈ
Artinya
: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan[6].
b. Peranan Wali
Kelas
Di dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, banyak
peranan yang diperlukan dari wali kelas sebagai pendidik, semua peranan yang
diharapkan dari wali kelas seperti diuraikan di bawah ini.
1.
Pengelola Kelas
Sebagai pengelola kelas, wali kelas hendaknya dapat
mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak
didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru-guru.
Pengelolaan kelas juga dapat diartikan sebagai proses
seleksi yang menggunakan alat yang tepat terhadap problem dan situasi manajemen
kelas, atau juga dapat diartikan sebagai segala usaha yang diarahkan untuk
mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat
memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.[7]
Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya
interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan
menghambat kegiatan pengajaran. Anak didik tidak mustahil akan merasa bosan
untuk tinggal lebih lama di kelas.
Hal ini akan berakibat mengganggu jalannya proses
interaksi edukatif. Kelas yang terlalu padat dengan anak didik, pertukaran
udara kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi
terlaksananya interaksi edukatif yang optimal. Hal ini tidak sejalan dengan
tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas
kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang
baik dan optimal. Jadi, maksud dari pengelolaan kelas adalah agar anak didik
betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di
dalamnya.
2. Organisator
Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang
diperlukan dari wali kelas. Dalam bidang ini wali kelas memiliki kegiatan
pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender
akademik, dan sebagainya, yang kesemuanya termasuk administrasi kelas. Dalam menyelenggarakan
Administrasikan kelas meliputi:[8]
a) Denah tempat duduk siswa
b) Papan Absen siswa
c) Daftar Pelajaran di kelas
d) Daftar Piket Kelas
e) Struktur Organisasi Pengurus Kelas
f) Tata Tertib siswa di kelas
g) Buku Kemajuan Belajar
h) Buku Mutasi Kelas
i)
Buku
Peta Kelas
j)
Buku
Inventaris barang-barang di kelas
k) Buku Bimbingan kelas/ Kasus siswa
l)
Buku
Rapor
m) Buku Daftar Siswa Berprestasi di kelas
Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai
efektivitas dan efesiensi dalam belajar pada diri anak didik.
3.
Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan
fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan
belajar tidak hanya menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan
kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak
didik malas belajar. Oleh karena itu menjadi tugas wali kelas bagaimana
menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang
menyenangkan akan didik.[9]
4. Korektor
Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai
yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus
betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin
telah anak didik miliki dan mungkin pula telah mempengaruhi sebelum anak didik
masuk sekolah. Latar belakang kehidupan anak didik yang berbeda-beda sesuai
dengan sosio-kultural masyarakat di mana anak didik tinggal akan mewarnai
kehidupannya. Semua nilai yang baik harus wali kelas pertahankan dan semua
nilai buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila wali kelas
membiarkannya, berarti wali kelas telah mengabaikan peranannya sebagai seorang
korektor, yang menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan
anak didik. Koreksi yang wali kelas lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik
tidak hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan. Sebab tidak
jarang di luar sekolah anak didik justru lebih banyak melakukan pelanggaran
terhadap norma-norma susila, moral, sosial, agama yang hidup di masyarakat.
Lepas dari pengawasan wali kelas dan kurangnya pengertian anak didik terhadap
perbedaan nilai kehidupan menyebabkan anak didik mudah larut di dalamnya.
5. Inspirator
Sebagai inspirator, wali kelas harus dapat memberikan
ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah
masalah utama anak didik. Wali kelas harus dapat memberikan petunjuk bagaimana
cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah
teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara
belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan
masalah yang dihadapi oleh anak didik.[10]
6. Informator
Sebagai informator, wali kelas harus dapat memberikan
informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan
pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum.
Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari wali kelas. Kesalahan informasi
adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif,
penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan penguasaan bahan yang
akan diberikan kepada anak didik.[11]
Informator yang baik adalah wali kelas yang mengerti apa kebutuhan anak didik
dan mengabdi untuk anak didik.
7. Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak
didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, wali
kelas dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas
belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak
sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di antara
anak didik yang malas belajar dan sebagainya.[12]
Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan
memperhatikan kebutuhan anak didik, Penganekaragaman cara belajar memberikan
penguatan dan sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada anak didik untuk
lebih bergairah dalam belajar. Peranan wali kelas sebagai motivator sangat
penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik
yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi
dan sosialisasi diri.[13]
Tentang motivasi inilah yang menyangkut dengan
penelitian penulis, yang nantinya akan dijabarkan tentang pengertian,
macam-macamnya, dan lain sebagainya yang menyangkut tentang motivasi yang
dilakukan wali kelas dalam perannya sebagai wali kelas.
2. Pengertian Motivasi
Belajar
Motivasi berarti dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu. Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu[14].
Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.
Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak
yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama
bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan anergi
dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului
dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen
penting.
a.
Bahwa
motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu
manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam
sistem neurophysiological yang ada
pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun
motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakkannya akan menyangkut
kegiatan fisik manusia.
b.
Motivasi
ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini
motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang
dapat menentukan tingkah laku manusia.
c.
Motivasi
akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya
merupakan respons dari suatu manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang
atau terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini
akan menyangkut soal kebutuhan.
Dengan ke tiga elemen di atas,
maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi
akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia,
sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga
emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong
karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan.
Dalam kegiatan belajar
mengajar, apabila ada seseorang siswa, misalnya tidak berbuat sesuatu yang
seharusnya dikerjakan, maka perlu diselidiki sebab-sebabnya. Sebab-sebab itu
biasanya bermacam-macam, mungkin ia tidak senang, mungkin sakit, lapar, ada
problem pribadi dan lain-lain. Hal ini berarti pada diri anak tidak terjadi
perubahan energi, tidak terangsang afeksinya untuk melakukan sesuatu, karena
tidak memiliki tujuan atau kebutuhan belajar. Keadaan semacam ini perlu
dilakukan daya upaya yang dapat menemukan sebab-musababnya kemudian mendorong
seseorang siswa itu mau melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan, yakni
belajar. Dengan kata lain, siswa perlu diberikan rangsangan agar tumbuh
motivasi pada dirinya. Atau singkatnta perlu diberikan motivasi.
Motivasi dapat juga dikatakan
serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga
seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan
berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi
motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah
tumbuh di dalam diri seseorang.[15]
Dalam kegiatan belajar,
motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar
dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dikatakan “keseluruhan”,
karena pada umumnya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa
untuk belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor spikis yang bersifat
non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah,
merasa senang dan semangat untuk belajar.
Siswa yang memiliki motivasi
kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar. Ibaratnya
seseorang itu menghadiri suatu ceramah, tetapi karena ia tidak tertarik pada
materi yang di ceramahkan,maka tidak akan mencamkan, apalagi mencatat isi
ceramah tersebut.seseorang tidak memiliki motivasi, kecuali karena paksaan atau
sekedar seremonial. Seorang siswa yang memiliki inteligensia cukup tinggi,
boleh jadi gagal karena kekurangan motivasi.
Hasil belajar akan optimal
kalau ada motivasi yang tepat. Bergayut dengan ini maka kegagalan belajar siswa
jangan begitu saja mempersalahkan pihak siswa, sebab mungkin saja guru tidak
berhasil dalam memberi motivasi yang mampu membangkitkan semangat dan kegiatan
siswa untuk berbuat/belajar. Jadi tugas guru bagaimana mendorong para siswa
agar pada dirinya tumbuh motivasi.[16]
Seseorang melakukan aktivitas
karena didorong oleh adanya faktor-faktor, kebutuhan biologis, insting, dan
mungkin unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya pengaruh perkembangan
budaya manusia.
Kemudian dalam hubungannya
dengan kegiatan belajar, yang penting bagaimana menciptakan kondisi atau suatu
proses yang mengarahkan siswa itu melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini
sudah barang tentu peran guru sangat penting. Bagaimana guru melakukan
usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak didiknya
melakukan aktivitas belajar dengan baik. Untuk dapat belajar dengan baik
diperlukan proses dan motivasi yang baik pula.
Itulah maka para ahli
psikologi pendidikan mulai memerhatikan soal motivasi yang baik. Dalam hal ini
perlu ditegaskan bahwa motivasi tidak pernah dikatakan baik, apabila tujuan
yang diinginkan juga tidak baik. Sebagai contoh kalau motif yang timbul untuk
suatu perbuatan belajar itu, karena rasa takut akan hukuman, maka faktor-faktor
yang kurang enak itu dilibatkan ke dalam situasi belajar akan menyebabkan
kegiatan belajar tersebut menjadi kurang efektif dan hasilnya kurang permanen
atau tahan lama, kalau dibandingkan perbuatan belajar yang didukung oleh suatu motif yang menyenangkan. Sehingga
dalam kegiatan belajar itu kalau tidak melalui proses dengan didasari motif
yang baik, atau mungkin karena rasa takut, terpaksa atau sekedar seremonial jelas akan menghasilkan hasil
belajar yang semu, tidak otentik dan tidak tahan lama.
Memberikan motivasi kepada
seseorang siswa, berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin
melakukan sesuatu. Pada tahap awalnya akan menyebabkan si subjek belajar merasa
ada kebutuhan dan ingin melakukan sesuatu kegiatan belajar.
Seperti telah diterangkan di
muka bahwa seseorang melakukan aktivitas itu didorong oleh adanya faktor-faktor
kebutuhan biologis, insting, unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya
pengaruh perkembangan budaya manusia. Sebenarnya semua faktor-faktor itu tidak
dapat dipisahkan dari soal kebutuhan, kebutuhan dalam arti luas, baik kebutuhan
yang bersifat biologis maupun psikologis. Dengan demikian, dapatlah ditegaskan
bahwa motivasi, akan selalu berkait dengan soal kebutuhan. Sebab seseorang akan
terdorong melakukan sesuatu bila merasa ada suatu kebutuhan. Kebutuhan ini
timbul karena adanya keadaan yang tidak seimbang, tidak serasi atau rasa
ketegangan yang menuntut suatu kepuasan. Kalau sudah seimbang dan terpenuhi
pemuasannya berarti tercapailah suatu kabutuhan yang diinginkan. Keadaan tidak
seimbang atau adanya rasa tidak puas itu, diperlukan motivasi yang tepat. “Dissatisfaction is essential element in motivation”. Kalau kebutuhan itu telah terpenuhi,
telah terpuaskan, maka aktivitas itu akan berkurang dan sesuai dengan dinamika
kehidupan manusia, sehingga akan timbul tuntutan kebutuhan manusia bersifat
dinamis, berubah-ubah sesuai dengan sifat kehidupan manusia itu sendiri.
Sesuatu yang menarik, diinginkan dan dibutuhkannya pada suatu saat tertentu,
mungkin di saat lain tidak lagi menarik dan tidak dihiraukan lagi.
Menurut Morgan dan ditulis
kembali oleh S. Nasution, manusia hidup dengan memiliki berbagai kebutuhan.[17]
a. Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk sesuatu
aktivitas.
Hal ini penting bagi anak,
karena perbuatan sendiri itu mengandung suatu kegembiraan baginya. Sesuai
dengan konsep ini, bagi orang tua yang memaksa anak untuk diam di rumah saja
adalah bertentangan dengan hakikat anak. Bahwa aktivitas dalam dirinya adalah
kegembiraan. Hal ini dapat dihubungkan dengan sesuatu kegiatan belajar bahwa
pekerjaan itu akan berhasil kalau disertai dengan rasa gembira.
b. Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain.
Banyak orang yang dalam
kehidupannya memiliki motivasi untuk banyak berbuat sesuatu demi kesenangan
orang lain. Harga diri seseorang dapat dinilai dari berhasil tidaknya usaha
memberikan kesenangan pada orang lain. Hal ini sudah barang tentu merupakan
kepuasan dan kebahagiaan tersendiri bagi orang yang melakukan kegiatan
tersebut. Konsep ini dapat diterapkan pada berbagai kegiatan, misalnya
anak-anak itu rela bekerja atau para siswa itu rajin/rela belajar apabila
diberikan motivasi untuk melakukan sesuatu kegiatan belajar untuk orang yang
disukainya. Misal seorang anak belajar demi orang tuanya.
c. Kebutuhan untuk mencapai hasil
Suatu pekerjaan atau kegiatan
belajar itu akan berhasil baik, kalau disertai dengan “pujian”. Aspek “pujian” ini merupakan dorongan bagi
seseorang untuk bekerja dan belajar dengan giat. Apabila hasil pekerjaan atau
usaha belajar itu tidak dihiraukan orang lain/guru atau orang tua misalnya,
boleh jadi kegiatan anak menjadi berkurang. Dalam kegiatan belajar mengajar
istilahnya perlu dikembangkan unsur reinforcement.
Pujian atau reinforcement ini harus
selalu dikaitkan dengan prestasi yang baik. Anak-anak harus diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk melakukan sesuatu dengan hasil potimal, sehingga ada ”sense of succes”. Dalam kegiatan
belajar-mengajar, pekerjaan atau kegaiatan itu harus dimulai dari yang mudah
atau sederhana dan bertahap menuju sesuatu yang semakin sulit atau kompleks.
d. Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Suatu kesulitan atau hambatan,
mungkin cacat, mungkin menimbulkan rasa rendah diri, tetapi hal ini menjadi
dorongan untuk mencari kompensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa,
sehingga tercapai kelebihan atau keunggulan dalam bidang tertentu. Sikap anak
terhadap kesulitan atau hambatan ini sebenarnya banyak bergantung pada keadaan
dan sikap lingkungan. Sehubungan dengan ini maka peranan motivasi sangat
penting dalam upaya menciptakan kondisi-kondisi tertentu yang lebih kondusif
bagi mereka untuk berusaha agar memperoleh keunggulan.
Kebutuhan manusia seperti
telah dijelaskan di atas senantiasa akan selalu berubah. Begitu juga motif,
motivasi yang selalu berkait dengan kebutuhan tentu akan berubah-ubah atau
bersifat dinamis, sesuai dengan keinginan dan perhatian manusia. Relevan dengan soal kebutuhan itu maka
timbullah teori tentang motivasi.
Teori tentang motivasi ini
lahir dan awal perkembangannya ada di kalangan pada psikolog. Menurut ahli ilmu
jiwa, dijelaskan bahwa dalam motivasi itu ada suatu hierarki, maksudnya
motivasi itu ada tingkatan-tingkatannya, yakni dari bawah ke atas. Dalam hal
ini ada beberapa teori tentang motivasi yang selalu bergayut dengan soal
kebutuhan, yaitu:[18]
a). Kebutuhan
fisiologis, seperti lapar, haus,
kebutuhan untuk istirahat, dan sebagainya;
b). Kebutuhan akan keamanan (security), yakni rasa aman, bebas dari rasa takut dan kecemasan;
c). Kebutuhan akan cinta dan kasih: kasih, rasa
diterima dalam suatu masyarakat atau golongan (keluarga, sekolah, kelompok);
d). Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni
mengembangkan bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan,
sosial, pembentukan pribadi.
Ada pula
teori-teori lain yang membedakan antara lain:
1). Teori
Insting
Menurut
teori ini tindakan setiap diri manusia diasumsikan seperti tingkah jenis
binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu berkait dengan insting atau
pembawaan. Dalam memberikan respons terhadap adanya kebutuhan seolah-olah tanpa
dipelajari. Tokoh ini adalah Mc. Dougall.
2). Teori fisiologis
Teori
ini juga disebut juga teori ”Behaviour theories”. Menurut teori ini semua
tindakan manusia itu berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhan organik
atau kebutuhan untuk kepentingan fisik. Atau disebut sebagai kebutuhan primer,
seperti kebutuhan tentang makanan, minuman, udara dan lain-lain yang diperlukan
untuk kepentingan tubuh manusia. Dari teori inilah muncul perjuangan hidup,
perjuangan untuk mempertahankan hidup.
3). Teori Psikoanalitik
Teori
ini mirip dengan teori insting, tetapi lebih ditekankan pada unsur-unsur
kejiwaan yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan manusia karena
adanya unsur pribadi manusia yakni merasa lebih dari yang lain dan perasaan
ingin menang sendiri. Tokoh dari teori ini adalah Freud.
3. Macam-Macam Motivasi
Berbicara tentang macam atau jenis
motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian,
motivasi atau motif-motif yang aktif itu sangat bervariasi.
a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya[19].
1. Motif-motif bawaan
Yang dimaksud dengan motif bawaan
adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari.
Misal dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, untuk
beristirahat. Motif-motif ini seringkali disebut motif-motif yang disyaratkan
secara biologis.
2. Motif-motif yang dipelajari
Maksudnya motif-motif yang timbul
karena dipelajari. Sebagai contoh, dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu
pengatahuan. Motif ini disebut juga motif yang diisyaratkan secara sosial.
Sebab manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain,
sehingga motivasi itu terbentuk. Dimana sebagai makhluk sosial manusia saling
berhubungan, kerja sama di dalam masyarakat tercapailah suatu kepuasan diri.
Sehingga manusia perlu mengembangkan sifat-sifat ramah, kooperatif, membina
hubungan baik dengan sesama, apalagi orang tua dan guru. Dalam kegiatan belajar
mengajar, hal ini dapat membantu dalam usaha mencapai prestasi.
Di
samping itu, masih ada jenis-jenis motif berikut ini:
a). Cognitive motives.
Motif
ini menunjuk pada gejala intrinsic, yakni menyangkut kepuasan individual.
Kepuasan individual yang berada di dalam diri manusia dan biasanya berwujud
proses dan produk mental. Jenis motif seperti ini adalah sangat primer dalam
kegiatan belajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengemmbangan
intelektual.
b). Self-expression
Penampilan
diri adalah sebagian dari perilaku manusia. Yang penting kebutuhan individu itu
tidak sekadar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu itu terhadi, tetapi juga mampu
membuat suatu kejadian. Untuk itu memang diperlukan kreativitas, penuh
imajinasi. Jadi dalam hal ini seseorang memiliki keinginan untuk aktualisasi
diri.
c). Self-enhancement
Melalui
aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri
seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri menjadi salah satu keinginan bagi
setiap individu. Dalam belajar dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat
bagi anak didik untuk mencapai suatu prestasi.
2. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth
dan Marquis
a. Motif atau kebutuhan organis, meliputi
misalnya: kebutuhan untuk minum, makan, bernapas, berbuat dan kebutuhan untuk
beristirahat. Ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan di atas.
b. Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam
jenis motif ini antara lain: dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk
membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Jelasnya motivasi jenis ini timbul
karena rangsangan dari luar.
c. Motif-motif objektif. Dalam hal ini
menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk
menaruh minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi
dunia luar secara efektif.
2.
Motivasi jasmaniah dan rohaniah
Ada beberapa ahli yang
menggolongkan jenis motivasi ini menjadi dua jenis yakni motivasi jasmani
seperti: refleks, insting otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi
rohaniah adalah kemauan.
Soal kemauan itu pada
setiap diri manusia terbentuk melalui empat alasan.
a. Momen timbulnya alasan
Sebagai
contoh seorang pemuda yang sedang giat berlatih olah raga untuk menghadapi
suatu porseni di sekolahnya, tetapi tiba-tiba disuruh ibunya untuk mengantarkan
seseorang tamu membeli tiket karena tamu itu mau kembali ke Jakarta. Si pemuda
iu kemudian mengantarkan tamu tersebut. Dalam hal ini si pemuda tadi timbul
alasan baru untuk melakukan sesuatu kegiatan (kegiatan mengantar). Alasan baru
itu bisa karena untuk menghormmat tamu atau mungkin keinginan untuk tidak
mengecewakan ibunya.
b. Momen pilih
Momen
pilih, maksudnya dalam keadaan pada waktu ada alternatif-alternatif yang
mengakibatkan persaingan di antara alternatif atau alasan-alasan itu. Kemudian
seseorang menimbang-nimbang dari berbagai alternatif untuk kemudian menentukan
pilihan altenatif yang akan dikerjakan.
c. Momen putusan
Dalam
persaingan antar berbagai alasan, sudah barang tentu akan berakhir dengan
dipilihnya satu alternatif. Satu alternatif yang dipilih inilah yang menjadi
putusan untuk dikerjakan.
d. Momen terbentuknya kemauan.
Kalau
seseorang sudah menetapkan satu putusan untuk dikerjakan , timbullah dorongan
pada diri seseorang untuk bertindak, melaksanakan putusan itu.
4.
Motivasi intrinsik dan ekstrinsik
a. Motivasi intrinsik
Motivasi
intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongam
untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak
perlu ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku
untuk dibacanya.
Kemudian
kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan
belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin
mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai
contoh konkret, seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul ingin
mendapat pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah
lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain. Itulah sebabnya
motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di
dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan
dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan aktivitas belajarnya. Seperti
tadi dicontohkan bahwa seseorang belajar, memang benar-benar ingin mengetahui
segala sesuatunya, bukan karena ingin pujian atau ganjaran.[20]
Dalam
hal ini siswa yang memilki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi
orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi
tertentu. Satu-satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin di capai ialah
belajar, tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan, tidak mungkin
menjadi ahli. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan,
kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan
berpengetahuan. Jadi memang motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri
dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol dan seremonial.
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi
ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya
rangsangan dari luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok
paginya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji
oleh temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu,
tetaoi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau
dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung
bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya itu, oleh karena itu, motivasi
ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya
aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang
tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Akan tetapi bukan
berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam
kegiatan belajar mengajar tetap penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa
itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses
belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan
motivasi ekstrinsik.
Di
dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun
ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat mengembangkan
aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam
melakukan kegiatan belajar.
Dalam
kaitan itu perlu diketahui bahwa cara dan jenis menumbuhkan motivasi adalah
bermacam-macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik kadang-kadang tepat, dan
kadang-kadang juga bisa kurang sesuai. Hal ini guru harus hati-hati dalam
menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar para anak didik. Sebab
mungkin maksudnya memberikan motivasi tetapi justru tidak menguntungkan
perkembangan belajar siswa.
Ada
beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di
sekolah.[21]
1. Memberi angka
Angka dalam
hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar,
yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai yang baik. Sehingga siswa
biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport
angkanya baik-baik.
Angka-angka
yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Tetapi ada
juga, bahkan banyak siswa bekerja atau belajar hanya ingin pokoknya naik kelas
saja. Ini menunjukkan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot bila
dibandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik. Namun demikian
semua itu harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu
belum merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh
karena itu, langkah selanjutnya yang ditempuh oleh guru bagaimana cara
memberikan angka-angka dapat dilakukan dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalam setiap pengetahuan yang di ajarkan kepada para siswa sehingga tidak
sekedar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan afeksinya.
2. Hadiah
Hadiah
dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena
hadiah untuk suatu pekerjaan, memungkinkan tidak akan menarik bagi seseorang
yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai
contok hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak akan
menarik bagi seseorang siswa yang tidak memiliki bakat menggambar.
3. Saingan atau kompetensi
Saingan
atau kompetensi dapat dilakukan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar
siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan ini banyak
dimanfaatkan di dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi justru sangat
baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.
4. Ego-involvement
Menumbuhkan
kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai
tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah
sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha
dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga
dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga
diri, begitu juga untuk siswa si subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan
keras bisa jadi karena harga dirinya.
5. Memberi ulangan
Para
siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena
itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi jangan juga
terlalu sering, misalnya sampai setiap hari, karena bisa membosankan dan
bersifat rutinitas. Dalam hal ini guru harus juga terbuka, maksudnya kalau akan
ada ulangan harus diberitahukan kepada siswanya.
6. Mengetahui hasil.
Dengan
mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong
siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar
meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu
harapan hasilnya terus meningkat.
7. Pujian
Apabila
siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu
diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk penguatan yang positif dan sekaligus
merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian merupakan motivasi,
pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang
menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan
harga diri.
8. Hukuman
Hukuman
sebagai penguatan yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak
bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip
pemberian hukuman.
9. Hasrat untuk belajar
Hasrat
untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini
akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud.
Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk
belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
10. Minat
Motivasi
muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat
merupakan alat motivasi yang pokok.
Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Mengenai
minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:
- membangkitkan
adanya suatu kebutuhan.
- menghubungkan
dengan persoalan pengalaman yang lampau;
- memberi
kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik;
- menggunakan
berbagai macam bentuk mengajar.
11. Tujuan yang diakui
Rumusan
tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi
yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena
dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus
belajar.
Di
samping bentuk-bentuk motivasi sebagaimana diuraikan di atas, sudah barang
tentu masih banyak bentuk dan cara yang bisa dimanfaatkan. Hanya yang penting
bagi guru adanya bermacam-macam motivasi
itu dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat melahirkan hasil
belajar yang bermakna. Mungkin pada mulanya, karena ada sesuatu bentuk motivasi
siswa itu rajin belajar, tetapi guru harus mampu melanjutkan dari tahap rajin
belajar itu bisa diarahkan menjadi kegiatan belajar bermakna, sehingga hasilnya
pun akan bermakna bagi kehidupan si subjek belajar.
[1] Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim. Juz II, (Bandung;
Dahlan tt) hal 458
[2] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif, (Jakarta, Rineka Cipta, Cet.2 2005), hal 30
[3] Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta; Rineka Cipta, 2005) Cet.2. Hal 258
[4] Ahmad Rohani, Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta; Rineka
Cipta, 1991), hal 117.
[5] Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan (Jakarta; Rineka Cipta,
1991) hal.242,
[6] Q.S Al-Mujadalah/58 : 11
[7] Abdul Hadis, Psikologi dalam
Pendidikan (Bandung: Alfabeta,2008), Hal 83
[8]Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif, (Jakarta, Rineka Cipta, Cet.2 2005), hal 45
[9] Ibid, hal 47
[10] M. Uzer Usman, Menjadi Guru
Profesional (Bandung; Rosdakarya, 2009), cet 23, hal 11
[11] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik….47
[12] Dimyati, Mudjiono, Belajar
dan Pembelajaran (Jakarta; Rineka Cipta, 2006) cet.3, hal 90
[15] H. Martinis Yamin, Sertifikasi
Profesi Keguruan di Indonesia (Jakarta; Persada Pers, 2009), Hal 174
[16] Ibid 175
[18] H. Martinis Yamin, Sertifikasi
Profesi..191
[20] M. Uzer Usman, Menjadi Guru
Profesional (Bandung; Rosdakarya, 2009), cet 23, hal 18
[21] Sardiman…92
No comments:
Post a Comment